Doli-doli Jerman (harafiah: perjaka Jerman). Julukan itu sempat disematkan pada Pdt. SAE Nababan.
Sebutan itu bernada eufemisme. Merujuk pada sejarah, yaitu ketika misionaris Jerman yang pertama datang ke Tanah Batak, pada umumnya mereka belum berkeluarga sekalipun umur mereka sudah sekitar 30 tahun. Misionaris itu termasuk I.L. Nommensen.
Kondisi demikian mungkin tidak lazim bagi kebiasaan orang Batak waktu itu, bahkan mungkin sampai sekarang. Pria Batak kala itu yang sudah berumur 30 tahun dan belum menikah biasa disebut doli-doli Jerman tadi. Biasanya, kalau sudah mendapat julukan doli-doli Jerman, tidak akan gampang bagi seseorang untuk mencari jodoh.
Sepulang studi dari Jerman dan tiba di Medan pada Maret 1963, orang tua SAE sudah semakin sering memintanya berkeluarga agar ia tak terlalu lama dijuluki doli-doli Jerman. Permintaan itu terbilang serius mengingat SAE sudah masuk kepala tiga, dan sudah dilangkahi oleh dua adiknya.
Namun, Pdt. SAE sendiri tidak merasa terdesak oleh umur. Ia beralasan akan mencari calon dulu. Orangtuanya juga tahu, sebelum berangkat ke Jerman, Soritua sudah memiliki teman perempuan yang lumayan dekat. Namun, akhirnya teman dekat itu sudah lebih dulu menikah.
Pada akhirnya, permintaan yang cukup bernada mendesak itu memang membuat SAE luluh hati. Ia meminta orang tua untuk membantunya mencarikan jodoh.
“Untuk itu, dengan sadar saya sengaja memberikan lima syarat yang cukup berat kepada orangtua apabila mereka mencarikan calon istri untuk saya,” kenang SAE dalam buku Selagi Masih Siang.
Kelima persyaratan tersebut adalah: mar-Tuhan, artinya orang yang bersungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dan secara sadar mau menjadi istri pendeta; syarat kedua berpendidikan tinggi; kemudian berhati baik dan lembut, pandai memasak dan peduli keluarga, serta syarat terakhir: suka bertamu.
Terlalu berat? SAE sendiri menganggap demikian. “Sebenarnya persyaratan yang saya berikan itu hanyalah ‘dalih’ untuk menunda berkeluarga,” ungkapnya jujur.
Namun rupanya, orangtuanya benar-benar bekerja keras mencarikan pasangan, yang sesuai dengan kelima syarat itu. Pertengahan tahun 1963, mereka menyodorkan empat nama sekaligus, yang kebetulan semuanya dikenal oleh SAE.
“Saya percaya, Tuhan menyelipkan pasangan hidup saya di antara empat nama tersebut…”
Itulah hal yang diyakini SAE. Dan memang benar, Alida Tobing yang kini setia mendampinginya adalah sosok yang ia pilih sendiri dari keempat nama itu.