Skip to content →

In Memoriam Pdt. Dr. SAE Nababan, LID

Di lingkungan HKBP PSAEN adalah seorang pendeta sangat cerdas, kritis, visioner dan ingin melihat HKBP adalah gereja yang hadir sebagai gereja ekumenis.

Sang legenda, yang oleh para rohaniawan lintas agama di negara ini disebut teolog kritis, visioner, cerdas, pelopor gerakan ekumenis, dan konsisten dalam perjuangan yang bernama Pdt. Dr. SAE Nababan (PSAEN) itu telah berpulang ke penciptanya menuju keabadian. PSAEN meninggal tanggal 8 Mei 2021 di RSU Medistra Jakarta.

Spontan ucapan turut berduka cita dari semua kalangan berdatangan. Bahkan ini menjadi berita headline di media lokal dan juga nasional. Ini tentu sebuah bukti valid bahwa PSAEN adalah tokoh nasional yang punya reputasi hebat (has a great reputation) dan berperan dalam pembangunan bangsa ini.

Lahir di Tarutung 1933 dan menamatkan Doktor Teologia tahun 1963 dari Universitas Heidelberg Jerman merupakan sebuah prestasi akademik sangat luar biasa pada zamannya. Bisa dihitung kala itu (Orde lama) yang bisa lulus S3 dari Jerman.

Dalam karirnya di Gereja PSAEN pernah jadi Ketua Umum MPH PGI tahun 1984-1987, Ephorus HKBP 1987-1998. Latar belakang pendidikan yang cukup bagus tentu berperan serta membangun tipikal Pdt. SAE Nababan yang cerdas, tegas, ekumenis, dan sangat visioner.

Hal yang bisa kita lihat secara nyata, pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba) yang sangat terkenal dengan gerakan represifnya, PSAEN justru berseberangan dan melakukan perlawanan dengan ideologi, nilai yang diyakininya. Artinya, secara tidak langsung ia adalah wujud nyata dari oposisi yang sebenarnya.

Oposisi yang sebenarnya dalam artian memberikan kritik membangun, memberikan solusi (problem solving) bagaimana seharusnya, dan memberikan warna bahwa pembungkaman kritik dari masyarakat bukanlah hal yang tabu. Padahal pada era Orde baru, mengkritik pemerintah adalah sesuatu yang sangat tabu.

Baca juga:  Khotbah SAE: Jangan Membunuh (2)

Siapa yang mencoba mengkritik pemerintah akan dianggap melawan pemerintah. Melawan pemerintahan Orba adalah melawan Pancasila dan UUD 1945. Karena pemerintahan Orba melakukan tafsir tunggal Pancasila sesuai kehendaknya.

Di tengah kediktatoran pemerintahan Orba banyak tokoh memilih diam, bungkam, bahkan memilih bermitra dengan Orba. PSAEN memilih menjadi tokoh kritis memberikan saran masukan agar menjadi pemerintahan yang ideal (ideal governance) dan menghargai hak asasi manusia.

Tetapi kala itu, Orba menganggap siapa yang memberikan masukan dan saran membangun seperti yang dilakukan oleh PSAEN adalah hal yang sangat membahayakan karena bisa menggantikan peran para penguasa Orba kala itu. Padahal apa yang dilakukan oleh PSAEN adalah tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendeta dan juga rohaniawan.

Menjadi pendeta atau rohaniawan bagi PSAEN adalah menyuarakan suara kenabian. Penguatan hak asasi manusia, hak bersuara, perlindungan kepada mayoritas, kesetaraan, penyelamatan lingkungan hidup adalah agenda hidupnya yang tidak bisa dikompromikan.

Berangkat dari rezim Orba inilah PSAEN mampu melakukan sesuatu yang sangat luar biasa dengan memilih berseberangan. Tetapi perlu kita ketahui bersebarangan dalam arti bukan pembangkangan, tetapi saran dan kritik yang membangun agar pemerintahan demokratis dan memperhatikan hak asasi manusia, kesetaraan, transparansi, dan sebagainya.

Di lingkungan HKBP PSAEN adalah seorang pendeta sangat cerdas, kritis, visioner dan ingin melihat HKBP adalah gereja yang hadir sebagai gereja ekumenis. Banyak terobosan dilakukan di HKBP pembenahan internal HKBP sehingga HKBP hadir sebagai sebuah gerja yang inklusif, punya visi suara kenabian, dan fokus pada pemberdayaan jemaat yang miskin.

Visi dan misi PSAEN menjadikan HKBP sebagai gereja ekumenis, visioner, inklusif adalah sangat luar biasa. Hanya saja dalam dinamikanya, banyak komponen internal HKBP yang tidak siap menerjemahkan visi dan misi PSAEN tersebut yang pada akhirnya memberikan perlawanan karena tidak siap menyongsong perubahan (not ready for change).

Baca juga:  Sepenggal Kisah SAE di Kottayam: Bertemu “Penjajah” yang Canggung

Harus kita akui, di internal HKBP sendiri banyak yang tidak mampu menerjemahkan visi dan misi PSAEN tersebut. Sementara situasi dan kondisi kala itu, Orde baru berusaha menyingkirkan PSAEN. Dalam perkembangan terakhir, HKBP kembali bersatu dan Pdt. Dr. JR Hutauruk adalah Ephorus HKBP yang diterima oleh kedua belah pihak.

Kini kita sudah kehilangan tokoh karismatik HKBP ini untuk selamanya. Banyak warisan yang bisa kita jadikan sebagai pedoman hidup dari almarhum, seperti, pertama: PSAEN mengajari kita untuk punya keberanian mengatakan apa yang benar dan apa yang salah.

PSAEN sudah membuktikan itu dengan menjadi oposisi kritis membangun bagi Orba untuk memperjuangkan hak asasi manusia, kesetaraan warga negara, kebebasan beribadah bagi minoritas, penyelamatan lingkungan hidup, dan keberpihakan kepada kaum miskin.

Kedua, PSAEN mengajari kita agar hidup tetap konsisten dalam perjuangan. Konsistensi hidup bagi SAE Nababan adalah tidak kompromi dengan kesalahan. Sekalipun pada era Orba tekanan kepadanya sangat tinggi dan kondisi psikisnya terus ditekan, ternyata PSAEN bisa mengatasi itu semuanya dan terus berjuang menyuarakan kebenaran kepada Orba.

Ketiga, PSAEN mengajari kita untuk hidup sebagai manusia yang berkarakter ekumenis. SAE Nababan sangat menyadari betapa gerakan ekumenis adalah sebuah gerakan yang sangat penting dalam membangun bangsa ini. Sekalipun kita berbeda cara, berbeda metode, berbeda latar belakang, semua itu bisa kita satukan ketika nilai kemanusiaan yang dikedepankan.

Penghormatan pada pluralisme, penghormatan kepada kaum miskin, penghormatan kepada hak asasi manusia adalah tugas dan tanggung jawab semua agama. Itulah mungkin mengapa PSAEN sangat getol memobilisasi, menggerakan gerakan ekumenis sebagai panggilan ibadah sosial yang harus diwujudkan.

Dalam realitas sosial bangsa kita yang sangat beragam, plural saatnya kita bangun visi kebangsaan yang sama. Sekalipun kita punya perbedaan latar belakang sosial dan agama.

Baca juga:  Khotbah SAE: Jangan Membunuh (1)

Keempat, PSAEN mengajari kita agar hidup ini punya disiplin diri atau disiplin pribadi. Oleh banyak testimoni dari teman-teman dekat seperti Pdt. Nelson F Siregar, Beliau adalah manusia yang sangat disiplin dalam semua hal.

Disiplin dengan waktu tentu menjadi kata kunci untuk sukses dalam hal. Apalagi dalam penggunaan waktu, disiplin waktu adalah variabel sukses yang harus kita bangaun, dan PSAEN mengajari kita untuk menjadi manusia yang mampu berdisiplin dengan waktu.

Penutup
PSAEN salah satu legenda bangsa ini sebagai orang yang menggerakan ekumenis, mempelopori kesetaraan (pioneering equality), memperjuangkan lingkungan hidup (fight for the environment), memperjuangkan hak asasi manusia, peduli kepada kemiskinan jemaat (care about poverty), adalah karakter dan tipikal yang melekat dalam dirinya.

PSAEN telah kembali kepada penciptanya dalam keabadian setelah selesai menunaikan tugasnya dengan baik di bumi ini. Selamat beristirahat sang legenda PSAEN. Warisanmu yang sangat berharga itu akan kami implementasikan dalam ranah bernegara, bergereja, dan bersosial sebagai warisan emas (golden legacy) dalam hidup kami…

Penulis: Jonson Rajagukguk, S.Sos, MAP (Dosen Administrasi Publik FISIP Universitas HKBP Nommensen Medan, Mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan Unimed)
Sumber: Waspada.id

Bagikan

Published in Obituari