Skip to content →

Agar Khotbah Tidak Bikin Ngantuk

Istilah “Pdt.” yang merupakan akronim dari pendeta, sering diplesetkan menjadi: pemimpin doa tidur. Plesetan tadi menyindir kebiasaan khotbah para pendeta yang terkadang membosankan dan bertele-tele. Bukannya menarik perhatian, malah membuat ngantuk.

Tapi kita juga punya banyak contoh pengkhotbah yang begitu dinantikan. Ada orang-orang seperti Pdt. Eka Darmaputera, Pdt. SAE Nababan, Pdt. Stephen Tong atau Pdt. Gilbert Lumoindong. Khotbah mereka dianggap menarik. Bisa menyentuh hati, entah itu karena tegas, mendalam, atau malah sangat praktis.

Jadi bagaimana sebenarnya menyusun khotbah yang menarik itu?

Rumusnya memang tidak selalu sama. Namun, secara umum itu menyangkut dua aspek: konten khotbah dan cara penyampaian. Di dua hal ini akan ada variasi untuk tiap pengkhotbah. Ini terkait pengetahuan dan keterampilan juga pembawaan dan karakter pengkhotbah.

Ada saja pengkhotbah yang cukup baik dalam menyusun konten khotbahnya, namun dalam penyampaiannya kurang. Ada pula yang sebaliknya, atau malah lebih parah, tidak mahir dikeduanya. Pengkhotbah yang baik adalah yang cakap dalam kedua hal tersebut.

Konten yang baik itu bicara soal model khotbah, misal apakah topikal, berdasarkan topik tertentu atau ekspositori, yang lebih menjelaskan satu perikop atau beberap ayat Alkitab. Juga terkait kedalaman tafsiran dan relevansinya dengan situasi terkini di jemaat maupun lingkungannya.

Baik dalam khotbah ekspositori, apalagi dalam khotbah topikal, pengkhotbah tidak boleh sekedar mencomot satu dua ayat. Melainkan penting untuk memiliki pemahaman yang utuh, kritis serta pengetahuan yang memadai soal konteks Alkitab dan kompleksitas doktrin Kristen.

Meski demikian, ia harus bisa menerjemahkannya dalam bahasa yang lugas dan dipahami oleh jemaat. Disini tentu ada kebutuhan lain, yaitu memahami konteks terkini yang relevan dengan kehidupan jemaat.

Baca juga:  Kapan Gerakan Ekumenis Indonesia Dimulai?

Saat tafsiran yang bertanggung jawab terhadap ayat Alkitab dan relevansinya untuk masa kini sudah didapat, maka konten khotbah perlu disusun sistematis. Dibagi ke beberapa bagian, usahakan tidak melompat tiba-tiba dari satu topik ke topik lain, juga tidak melebar, apalagi tidak jelas alurnya. Umumnya khotbah yang baik itu fokus pada satu topik dengan tiga hingga lima bagian atau poin saja.

Selanjutnya yang juga penting adalah gaya penyampaian. Beberapa pendeta mungkin nyaman dengan gaya yang humoris. Sementara yang lain lebih suka gaya yang bersemangat, ada pula yang lembut mengajak. Yang penting pengkhotbah tidak perlu membuat-buat gaya secara berlebihan. Juga ada dinamika dalam intonasi (tidak melulu keras, datar atau pelan, namun ada fluktuasi emosionalnya).

Berbeda dengan pidato sekali dua kali, khotbah umumnya akan selalu dikaitkan dengan karakter si pengkhotbah. Maka akan jauh lebih baik jika gaya khotbah itu memang cerminan dari gaya keseharian si pengkhotbah.

Jemaat yang menjadi audiens juga perlu diperhatikan. Tentu saja gaya penyampaian ke anak-anak, remaja atau orang dewasa akan berbeda. Demikian pula konteks sosial jemaat tersebut.

Bagikan

Published in Tulisan